Minggu, 28 Februari 2010

Download E-book Gratis | E-book Islam | Artikel Harun Yahya

Dewasa ini perkembangan zaman telah membawa kita ke arah yang secara tidak sadar kita tidak tahu dimana. untuk itu, supaya anda sekalian memahami arti makna hidup ini saya memosting sebuah artikel yang cukup mengatasi masalah anda dengan gampang, tidak perlu bingung-bingung mencari kesana-kesini. melalui artikel Harun Yahya ini saya berharap dapat membantu masalah anda sekalian.

Terima Kasih !


Artikel Harun Yahya

Kamis, 04 Februari 2010

Benarkah Pakistan Surga Teroris???

-->

“Negeri bernuklir di kawasan Asia Selatan ini sudah kesekian kalinya menarik perhatian masyarakat dunia. Jika pasca runtuhnya menara kembar WTC (11/09/2001), negeri ini menjadi salah satu ikon Negara penumpas gerakan terorisme bersama Amerika Serikat”.

Belum lama ini Negara ini kembali menggegerkan dunia dengan peristiwa terbunuhnya Mantan PM Benazir Bhutto (27/12), Benazir meninggal dunia akibat luka tembakan seseorang yang tak dikenal ditengah kerumunan massanya. Barangkali ini adalah bukti kecil bahwa negeri Pakistan saat ini terus dirundung suasana yang serba miris, menakutkan dan syarat dengan mara bahaya. Mata dunia internasional seakan terbelalak untuk sementara waktu pada negeri filosof kondang, Mohammad Iqbal ini.
Pakistan adalah negeri dan tempat para mullah atau maulana, selain itu juga markas para Taliban atau pelajar yang merangkap sebagai pejuang gerilya di masa perang Afghan-Uni Soviet (1979-1989). Konon, Pakistan juga menjadi sarang yang nyaman bagi pelarian para teroris kelas dunia buruan Amerika, seperti Usamah Bin Laden.
Sejak munculnya, negeri ini memang diselimuti kebut perjuangan yang tiada henti. Romantisme agama berpadu dengan kekuatan dan kekuasaan mengiringi perjalanannya dalam menemukan format Negara demokrasi. Meski pada akhirnya, hal tersebut masih menyisakan kenyataan yang semakin tak menentu. Jati diri Negara untuk menjadi Negara yang demokrat memang sudah, sedang dan terus dicari. Entah sampai kapan, karena setiap penguasa dan pergantian pemimpinnya selalu menawarkan bentuk Negara yang berbeda-beda sehingga format pemerintahan yang demokratis terasa makin sulit diwujudkan.
Pertarungan Ekstrim Fundamentalis dan Moderat Modernis
Secara lahirnya, semua sepakat bahwa Pakistan adalah hasil penjelmaan revolusi masyarakat yang didasarkan pada ideologi islam. Mau tidak mau, dinamika perjalanannya besesuaian dengan asal mulanya. Tidak heran,konstitusi yang ditetapkan secara terang-terangan menegaskan bahwa Al-Qur’an dan Hadits sebagai dasar Negara tersebut.
Meskipun demikian, ada semacam benang kusut yang selalu menyelimuti suhu politik di negeri ini. Yaitu perseteruan antara kalangan Moderat-Modernis yang cenderung ingin membangun Negara dengan pemikiran yang moderat, inklusif dan menyerap pembaruan-pembaruan yang diperlukan dalam Negara, dengan kalangan Ekstrim Fundamentalis yang secara radikal cenderung menginginkan adanya bentuk Negara yang “tekstual” dengan ajaran-ajaran syari’at islam. Ini yang hingga saat ini belum juga menunjukkan isyarat baik akan adanya sebuah titik temu antara keduanya.
Dalam perjalanannya, sejak Pakistan lahir 1947, bisa dibilang tampuk kepemimpinan Negara nyaris selalu dipegang oleh kalangan tokoh moderat meski dengan corak warna baju yang berbeda : sipil-militer. Ali Jinnah, sosok yang senantiasa dielu-elukan sebagai founding father Pakistan juga tertolong sosok yang moderat. Begitu pula Liaqat Ali Khan, pengganti Jinnah sekaligus PM pertama yang mati tertembak pada saat melakukan orasi public di Rawalpindi. Selanjutnya, diikuti beberapa pemimpin lain yang dalam perjalanannya lebih didominasi oleh penguasa militer hingga sekarang. Mencermati roda perpolitikan Pakistan, hal itu lebih terlihat sebagai tarik-menarik antara dua kubu : sipil-militer, bukan antara Moderat-Konservatif, meski pada dasarnya dua hal tersebut dapat ditemukan baik dari kalangan sipil maupun militer. Zulfikar Ali Bhutto (berkuasa 1971-1977) atau anaknya, Banazir Bhutto (1988-1990 dan 1993-1996) adalah tokoh yang sangat sekuler, tak terkecuali pemimpin sekarang, purnawirawan Perves Musharraf yang merupakan sosok masyhur dalam menuruti kehendak-kehendak negeri Paman Syam, Amerika.
Adalah sosok militer Zia-ul Haq yang mungkin dapat dikategorikan sebagai representasi sosok penguasa ekstrim-fundamentalis. Zia, pemimpin terlama (11 tahun) di Pakistan dalam pemerintahannya memang menerapkan hukum-hukum dengan asas syari’at islam yang tentunya menurut versinya dan tanpa menafikan fakta mengenai adanya faktor politis di balik semua itu.
Dalam konteks pemilu Pakistan yang telah lalu, partai MMA (Muttahida Majlis Amali) yang merupakan gabungan dari beberapa partai islam sekaligus representasi kalangan fundamental juga tak mampu menyaingi PML-Q (Pakistan Muslim Leage Quaid-e-Azm kepunyaan Musharaf) dan PPP (Pakistan People Party asuhan mendiang Benazir Bhutto) yang diyakini memiliki basis masa akar rumput terbanyak kedua di Pakistan. PML-Q memperoleh 126 kursi, PPP 81 kursi dan MMA dengan 63 kursi dari 342 kursi di parlemen.
Benazir adalah sosok sekuler dengan prinsip sosialismenya yang sangat memihak kepada orang kecil dan rakyat miskin. Sedangkan Musharaf adalah sosok yang oleh kebanyakan masyarakat dianggap selalu mengamini segala keinginan Amerika Serikat.
Keramahan Warga Diantara dentuman Bom
Wacana mengenai gerakan islam radikal cukup menggema dari negeri berpenduduk 160 juta ini. Dentuman bom bunuh diri terasa sudah menjadi pemandangan yang wajar dalam kehidupan masyarakat. “Pakistan adalah tempat yang paling berbahaya di dunia sekarang ini”, demikian banyak ungkapan yang berkembang.
Sebetulnya, anggapan tersebut terlalu berlebihan. Konstelasi politik Pakistan belakangan ini memang memperlihatkan beberapa peristiwa tragis yang menghebohkan dunia. Namun, sisi telaah yang patut dicermati adalah bahwa Pakistan merupakan Negara yang paling sering menjadi sorotan dunia sejak peristiwa kelam 11 September 2001 lalu, sebagai sekutu utama bersama AS dalam membasmi terorisme. Secara otomatis, segala kejadian dan perkembangan politik tentu akan menjadi sorotan dunia. Apalagi jika terjadi peristiwa yang bersinggungan erat dengan tindak kejahatan teroris seperti pembunuhan, bom bunuh diri, pemberontakan, dsb.
Jika ditelitik lebih lanjut, kondisi di lapangan secara umum juga memperlihatkan banyak fakta yang berbeda. Masyarakat setempat, bahkan tidak sedikit warga asing pula masih menikmati keindahan dan keramahan warga pribumi.
Peristiwa bom bunuh diri yang terjadi di sebagian daerah Pakistan tentu tidak untuk menjeneralisir seluruh lokasi di dalam negeri termasuk di Kawasan Ibukota, Islamabad. Hingga saat ini, kenyataanya tidak sedikit pelajar asing termasuk warga Indonesia yang masih menikmati aktifitas belajarnya di beberapa Universitas di Islamabad dan daerah lainnya.



 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by EiAk - Journalism World | EiAk Corporation